Menumpuknya sampah organik yang tidak tertangani secara baik dan benar menjadi permasalahan serius dalam masyarakat, seperti munculnya bau tidak sedap, penyakit, maupun berkurangnya kualitas lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan upaya penanganan sampah organik yang menyeluruh dan berkesinambungan untuk mengatasi berbagai masalah sampah di atas. Salah satu alternatif penanganan sampah organik adalah melalui nanoteknologi, terkhususnya nanomaterial karbon dengan cara reuse dan recycle sampah organik menjadi suplemen cair dan padat untuk tanaman dalam rangka mewujudkan zero waste community berbasis ekonomi sirkular.
Dari hal tersebut, tim dosen dan mahasiswa dari Departemen Pendidikan Fisika FMIPA UNY sekaligus bagian dari Pusat Unggulan Institusi Nanotechnology for Advance Waste Management and Sustainable Environmental Optimization (NAWaMSEO) yang terdiri dari Prof. Dr. Ariswan, M.Si., Wipsar Sunu Brams Dwandaru, PhD, dan Ezra Putranda Setiawan, M.Sc, telah melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) di Kelurahan Warungboto. Kegiatan ini berupa sosialisasi dan praktek pengolahan sampah organik rumah tangga menjadi nanomaterial karbon yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai suplemen tanaman di sekitar pekarangan rumah. Program ini didukung oleh dana DRTPM Dikti tahun 2024 dan telah berjalan sekitar 40 hari terakhir.
Sosialisasi dimulai dengan praktek pembuatan suplemen tanaman menggunakan sisa makanan dari masyarakat di sekitar RT 31 Kelurahan Warungboto. Selanjutnya, dilakukan pertemuan tingkat RT yang dihadiri oleh 40 kepala keluarga. Dalam pertemuan tersebut, masyarakat mendapat penjelasan mengenai nanoteknologi dan penggunaannya dalam mengatasi permasalahan penumpukan sampah. Kegiatan ini juga menghadirkan demo pembuatan suplemen cair dan padat untuk tanaman oleh mahasiswa Emirul Zukhruf Alkazmi Dirja dan Khairunisa Fathia Kausari.
Wipsar Sunu Brams menjelaskan, proses pembuatan suplemen berbahan dasar sampah organik dimulai dengan pengeringan sampah di bawah sinar matahari selama 1–2 hari, kemudian dilakukan karbonisasi melalui pemanasan menggunakan oven atau api besar. Hasil arang organik kemudian dihaluskan, dicampur air, dan difermentasi hingga menghasilkan larutan yang bisa dipisahkan menjadi pupuk cair dan media tanam. “Cairan hasil proses ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair untuk menutrisi tanaman, sementara sisa padatan bisa digunakan sebagai media tanam anggrek atau campuran tanah,” jelasnya.
Brams juga menambahkan bahwa metode ini memiliki banyak keunggulan. Selain mudah dilakukan dan cepat mencegah pembusukan, proses ini relatif murah karena menggunakan peralatan yang sudah dimiliki masyarakat. Kendala yang mungkin dihadapi adalah ketergantungan pada kondisi cuaca saat pengeringan.
Kegiatan ini tidak hanya berkontribusi pada upaya mewujudkan lingkungan bersih dan sehat, tetapi juga sejalan dengan SDGs #4 (Pendidikan Berkualitas) karena memberikan edukasi langsung kepada masyarakat tentang teknologi sederhana namun inovatif dalam mengolah sampah. Lebih jauh, penerapan nanoteknologi dalam pengelolaan sampah ini mendukung SDGs #9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), dengan menghadirkan inovasi ramah lingkungan yang dapat memperkuat infrastruktur pengelolaan sampah berbasis masyarakat sekaligus mendorong lahirnya industri hijau di masa depan.
Kegiatan ini menunjukkan bagaimana sinergi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemberdayaan masyarakat dapat melahirkan solusi nyata bagi permasalahan lingkungan sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.(witono/ratna)