Pengalaman Transfer Kredit di Yala Rajabhat University

Titha Monika Retno (prodi Biologi), Kusuma Galih Ayusaputri (Pendidikan Biologi), dan Afif Oktavia Putri Sakti (Pendidikan Fisika) merupakan 3 dari 38 lulusan dari FMIPA UNY yang mengikuti Yudisium periode Januari 2020 yang digelar Kamis, 7/2/20.  Ketiganya pernah mengikuti program transfer kredit di Yala Rajabhat University (YRU), Thailand pada 2018.
 Seusai Yudisium Titha menjelaskan, kalau di YRU antara teori dan praktikum digabung, pembelajarannya jadi sekitar 3 jam. Selain itu disana pembelajarannya lebih banyak presentasi.  Untuk fasilitas laboratoriumnya disana relatif lebih bagus. Disana kalau praktikum para mahasiswa dilarang membawa makanan dan minuman, jadi laboratoriumnya memang bersih.
“Untuk pembelajarannya menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Melayu. Jika berkomunikasi dengan dosen menggunakan bahasa Inggris, tapi dengan sesama mahasiswa menggunakan bahasa Melayu. Tapi disana banyak juga mahasiswa yang tidak bisa berbahasa Inggris maupun Melayu, jadi kami menggunakan bahasa Tarzan maupun menggunakan handphone untuk translate ke bahasa Thailand. Jadi ada baiknya dimasa datang jika ada transfer kredit disana juga membekali diri dengan belajar bahasa Thailand, ” lanjut Titha.
Untuk kegiatan mahasiswa dimalam hari disana tidak dibatasi jamnya karena terus dipantau oleh satpam. Dimalam hari merupakan malam kreativitas bagi mahasiswa. Jadi para mahasiswa tidak merasa bosan dikampus
Sedangkan Kusuma Galih menceritakan bahwa disana ada program “kakak asuh”.  Kakak asuh ini merupakan mahasiswa kakak tingkat yang membantu yuniornya seperti pada peminjaman buku, membantu belajar, dll. 
Disana kita juga mengajar di sebuah sekolah setingkat SMA. Jadi memang ada panitia yang mencarikan sekolah tempat kita mengajar. Jadi kita bisa mempraktikan mengajar di sekolah tersebut walaupun bukan dari prodi kependidikan
“Untuk perpustakaannya disana tempatnya luas. Kita bisa punya banyak pilihan tempat untuk membaca yang kita anggap paling nyaman,”  ujarnya
Ditambahkan, ada hal menarik disana yaitu karena ruang perkuliahan ada dilantai 9 maka kami menggunakan lift untuk keruang kelas. Pemandangan yang menarik adalah mereka rela  mengantri masuk lift dengan berdiri berbaris 2 orang 2 orang ke belakang.
Sementara itu Afif Oktavia menerangkan bahwa di laboratorium Fisika semua alatnya boleh dipakai mahasiswa. Bahkan ketika ada pelatihan bagi guru-guru para mahasiswa ikut dilibatkan dengan menjadi asisten praktikum.
“Praktikum disana dilaksanakan sampai malam hari. Di laboratorium tersebut juga disediakan tempat khusus tas bagi mahasiswa sehingga tampak rapi dan aman. Hubungan antara dosen, pegawai,  dan mahasiswa begitu dekat sehingga belajarnya menjadi enak dan kegiatan praktikum menjadi ‘enjoy’ ,” katanya.
Untuk makanan, ketiganya menceritakan  pada awalnya rasa makanan disana terasa aneh, tapi lama-kelamaan terasa enak.  Keadaan dikantin mereka juga sangat bersih. Para mahasiswa yang selesai makan mereka mengumpulkan piring kotor dan menempatkan pring-piriring tersebut ditempat yang telah disediakan.
Para dosen disana juga sering mengajak kita makan. Bahkan ketika hari raya Idul Adha, kita diajak kerumah mahasiswa  untuk menginap dirumahnya untuk diajak makan dan jalan-jalan. Ternyata kampung disana ada yang seperti di Indonesia zaman dahulu, misalnya kalau mandi yang perempuan menggunakan “kemben” dan kamar mandinya berada di luar rumah. Dindingnyapun yang bawah sebatas lutut dan yang atas sebatas leher manusia. (witono)