MATEMATIKA MASIH DIPANDANG SEBAGAI ILMU BERHITUNG

Kendala yang dihadapi dalam belajar matematika adalah masyarakat, guru, mahasiswa sebagian masih memandang sebagai ilmu berhitung.   Bagi sebagian besar murid memandang matematika hanya sebagai subyek untuk mempersiapkan diri masuk jenjang universitas. Hal tersebut disampaikan oleh  Prof. Drs. Subanar, Ph.D., Direktur Seameo Qitep in Mathematics, pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, (5/11).
Lebih lanjut dikatakan, apakah matematika itu, orang sudah berusaha menjawabnya ribuan tahun yang lampau. Secara etimologis, istilah “matematika” berarti máthẽma yang berarti belajar atau ilmu. Pada perkembangannya periode sekitar 500 tahun SM, matematika dipahami sebagai ilmu mengenai bilangan-bilangan dan menghitung dengan bilangan-bilangan. Perkembangan lainnya, para ahli matematika di China, India, Arab mengembangkan aritmetika dan geomatri secara independen dan dipengaruhi budaya setempat (konfusianisme, hindunisme, islam). Perkembangan besar matematika yaitu ketika Isaac Newton (1643-1727) dan G.W.  Leibnitz (1646-1716) secara independen mulai mengembangkan kalkulus. Pada dasarnya kalkulus adalah matematika mengenai pergerakan dan perubahan.
Diterangkan, bila matematika sebelumnya lebih banyak berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat statis, maka dengan kalkulus para matematikawan dapat mempelajari hal-hal yang bersifat dinamis, seperti pergerakan, planet, gaya tarik bumi, penerbangan di angkasa, aliran zat cair, penyebaran penyakit, fluktuasi harga dll. Maka Matematika kemudian dikenal sebagai ilmu mengenai bilangan, bangun, pergerakan, perubahan, dan ruang.
“Para matematikawan tidak hanya tertarik pada penggunaan matematikanya sendiri, tetapi juga pada matematikanya sendiri, yaitu berkaitan dengan matematika sebagai suatu sistem formal. Cabang matematika ini  sekarang dikenal sebagai meta matematika. Maka kemudian, matematika berkembang menjadi ilmu mengenai bilangan, bangun, pergerakan, perubahan, ruang dan meta matematika”, lanjut Subanar.
Pembicara lainnya, Dr. Ali Mahmudi, pakar pendidikan yang juga Ketua Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY mengemukakan, pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk penguasaan materi matematika sebagai ilmu semata, melainkan untuk mencapai tujuan yang lebih ideal, yakni penguasaan akan kecakapan matematika (mathematical literacy) yang diperlukan untuk memahami dunia di sekitarnya serta untuk keberhasilan dalam kehidupan. Dengan kata lain, pembelajaran matematika difungsikan sebagai sarana untuk menumbuhkan kecakapan hidup.
Ali Mahmudi juga menjelaskan bahwa untuk meniti sukses hidup di masa depan, individu perlu memiliki sejumlah kompetensi strategis, yakni diantaranya adalah kemampuan berpikir dan karakter yang baik. Pengembangan kompetensi tersebut memerlukan daya dukung yang kuat, salah satunya adalah pembelajaran, termasuk pembelajaran matematika yang berdaya.
“Pembelajaran harus dikelola dengan baik sehingga lebih berdaya untuk mengembangkan kompetensi tersebut, misalnya melalui aktivitas ilmiah terutama melakukan kebiasaan mempertanyakan (questioning) dan tugas atau soal yang multijawab. Selain itu, pembelajaran yang berdaya juga berpotensi untuk mengembangkan karakter siswa, misalnya melalui soal yang multijawab, siswa belajar mengenai pentingnya sikap terbuka dan menghargai perbedaan pendapat,” tambahnya (witono).