LITERASI SAINS PERLU UNTUK HIDUP DI MASYARAKAT MODERN ABAD 21

Literasi sains, termasuk literasi kimia, sangat perlu untuk diajarkan kepada siswa agar mereka dapat hidup ditengah-tengah masyarakat modern abad 21. Berbagai upaya telah dilakukan di berbagai Negara termasuk Indonesia untuk meningkatkan literasi sains dan literasi kimia siswa, misalnya upaya diluncurkannya kurikulum baru 2013.
Namun guru kimia sebagai tonggak penentu keberhasilan dari upaya tersebut perlu memahami dengan baik pengertian literasi kimia, bagaimana cara menilai dan mendesain pembelajaran kimia yang berorientasi peningkatan literasi kimia siswa.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Sri Rahayu, M.Ed.Ph.D., FMIPA  Universitas Negeri Malang saat menjadi pembicara pada acara Seminar Nasional Kimia yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Sabtu (14/10/17) di ruang Seminar FMIPA UNY. Seminar yang bertema Sinergi Penelitian dan Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi Kimia pada Era Global dihadiri sekitar 300 peserta yang terdiri dosen, guru, mahasiswa se-Indonesia.
Lebih lanjut  dikatakan, cara menilai literasi kimia dapat menggunakan kerangka literasi sains PISA dan literasi kimia Shwartz. Sedangkan pembelajaran kimia dapat didesain dengan mengoptimalkan aspek-aspek literasi yaitu memilih topic kimia yang memiliki banyak relevansinya bagi kehidupan siswa dan mencakup pengetahuan deklaratif, procedural serta epistemic; strategi pembelajaran berbasis inkuiri; menentukan konteks yang relevan, kontemporer atau isu-isu sosiosaintifik; menentukan nilai-nilai-nilai afektif dan cara belajar siswa yang akan dikembangkan dalam pembelajaran berorientasi literasi kimia.
Sementara itu Prof. Dr.rer.nat Karna Wijaya dari FMIPA Universitas Gadjah Mada menerangkan bahwa tanpa ‘literate’ akan sains dasar, seperti kimia, maka sangat mustahil bagi bangsa Indonesia untuk menguasai teknilogi kimia secara baik yang pada gilirannya dapat menurunkan daya saing SDM bangsa Indonesia di era globalisasi. Edukasi kimia dapat dimulai sejak dini, bahkan mulai bangku taman kanak-kanak, melalui pemberian konsep-konsep yang sederhana sampai yang sangat kompleks di perguruan tinggi, untuk menumbuhkan kecintaan peserta didik terhadap ilmu kimia sehingga mereka berminat menekuni ilmu kimia dan mengembangkannya kelak dikemudian hari.
“Edukasi formal dilakukan oleh guru, dosen atau peneliti, namun semua orang yang mengerti tentang kimiaatau chemistry lover sebaiknya ikut berpartisipasi dalam program edukasi, agar masyarakat lebih ‘literate’ dalam bidang kimia. Edukasi dapat dilakukan secara formal dan non formal, melalui berbagai media edukasi seperti buku, jurnal, media massa, dll. Agar edukasi kimia berjalan lebih optimum maka penguatan pendidikan kimia, riset dan implementasinya diperguruan tinggi perlu dilakukan,” tegasnya.
Implementasi hasil-hasil riset diperguruan tinggi ke masyarakat dan dikembangkannya metode edukasi kimia berbasis riset diharapkan mampu meningkatkan literasi kimia masyarakat Indonesia dalam menghadapi era globalisasi. Selain itu,  sinergisme antar tri darma perguruan tinggi juga perlu mendapat perhatian dan digarap secara serius agar tercipta atmosfir riset yang bagus, dihasilkan skill worker dan pengabdi kepada masyarakat dalam bidang kimia yang mumpuni.
Ditambahkan, riset Biofuel adalah salah satu contoh dari berbagai jenis riset di perguruan tinggi atau lembaga penelitian yang mungkin untuk diimplementasikan secara langsung ke masyarakat karena pembuatan biofuel umumnya relative mudah dan berbiaya rendah. Implementasi bidang riset ini diharapkan dapat berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia terhadap ilmu kimia. (witono)