PETAI CINA SEBAGAI OBAT LUKA

Ditengah munculnya berbagai obat-obatan produksi pabrik modern ternyata masyarakat Indonesia masih memanfaatkan berbagai tanaman sebagai obat tradisional. Salah satunya adalah tanaman petai cina yang dipercaya memiliki banyak manfaat dalam hal pengobatan secara alamiah. Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda. Bunganya berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Buah petai cina termasuk buah polong, berisi biji-biji kecil yang jumlahnya cukup banyak. Tanaman yang dalam bahasa Jawa juga disebut mlanding ini, oleh para petani di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman pagar, pupuk hijau dan lain sebagainya.
Karena cara membudidayakannya yang terbilang mudah jumlah tanaman petai cina di Indonesia cukup melimpah. Daun tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak, biji petai cina sebagai sumber makanan, obat diabetes melitus, dan obat cacingan serta kayunya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar oleh masyarakat pada umumnya. Namun di beberapa daerah ada  sebagian masyarakat yang menggunakan daun muda petai cina sebagai obat penyembuh luka luar, bengkak ataupun tlusuben (benda-benda yang masuk ke dalam daging) dengan cara pemanfaaatan yang masih sederhana. Misalnya sebagai obat penyembuh luka luar daun petai cina muda ditumbuk halus dan langsung ditempelkan pada luka. Melihat fenomena masyarakat pedesaan yang biasa memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional tersebut sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta yaitu  Ferariani, Ana Fitri Apriliyani, Atiah Hestining Tyas, Aulia Novita Irmmal dan Novi Nuryanti tertarik untuk meneliti kandungan dari daun petai cina yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka.
”Kami menggunakan daun muda petai cina, Peraksi dragendorf, Pereaksi meyer, Pereaksi wagner, Ammonia 10 %, HCl 1 N, CHCl3, HCl 2 %, NaOH 1 %,  FeCl3 1 %, Gelatin 10 %, Pereaksi H2SO4 ditambah asam asetat anhidida, Amil alkohol dan Methanol.” kata Ferariani, ”Daun muda petai cina tersebut kami timbang lalu dicuci dengan air kran sampai bersih, dikeringkan dengan tissue, lalu dicacah dengan pisau, baru setelah itu dimasukkan kedalam medium botol, masukan methanol sampai terendam lalu tutup botol tersebut dan biarkan hingga 24 jam”. Ferariani juga menjelaskan bahwa racikan ini sesekali juga diaduk dan diganti dengan methanol baru baru kemudian diuapkan menggunakan evaporator dan diperoleh hasil ekstrak. Menurut Ana Fitri Apriliani setelah dianalisa dalam daun petai cina terdapat zat saponin, alkaloid, flovanoid, tanin dan polifenol. ”Saponin merupakan salah satu senyawa yang mampu memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka sekaligus mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka.” kata Ana Fitri. Anggota tim yang lain yaitu Atiah Hestining Tyas menambahkan bahwa tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan mengendapkan protein. Dalam dunia pengobatan, tanin berfungsi untuk mengobati diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati ambeien. Fitokimia polifenol banyak terdapat pada buah–buahan dan sayur–sayuran hijau, penelitian pada hewan dan manusia menunjukan bahwa polifenol dapat mengatur kadar gula darah seperti antikanker, antioksidan, dan antimikroba. “Biji dari buah petai cina yang sudah tua setiap 100 g mempunyai nilai kandungan kimia berupa zat kalori sebesar 148 kalori, protein 10,6 g, lemak 0,5 g, hidrat arang 26,2 g, kalsium 155 mg, besi 2,2 mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg dan daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin.” tutup Novi Nuryanti.