PELATIHAN MEMBUAT PLONCON

Blangkon adalah satu khasanah adibusana yang berupa bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Agar tidak mudah rusak dan tetap rapi blangkon tersebut harus ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut ploncon yangmemang jarang terlihat di sekitar kita. Ploncon atau lebih dikenal dengan “klebut” merupakan salah satu kerajinan berbahan dasar kertas semen. Sebenarnya istilah klebut itu merupakan alat untuk mencetak ploncon itu sendiri. Akan tetapi konsumen sering menyebut ploncon sama halnya dengan klebut. Bentuk ploncon yang unik dan sederhana serta harganya yang murah banyak di minati oleh masyarakat yang membutuhkannya. Meskipun bentuknya sederhana proses pembuatan ploncon membutuhkan keuletan dan kesabaran, karena tidak semua orang yang sekali belajar langsung bisa. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu keahlian yang harus selalu dilatih supaya menjadi lebih mahir. Dari sinilah mahasiswa prodi pendidikan IPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Erfina Prisca Indriyani, Maya Istikhomah, Agusta Arif Tri Utama, Nor Rozif Khoirul Anam dan Dita Wulandari melatih para ibu rumah tangga warga Dusun Widoro Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta untuk membuat ploncon karena di wilayah ini sudah ada seorang ibu rumah tangga yang melakukan produsi ploncon dengan dua tenaga kerja. Menurut Erfina Prisca Indriyani dengan melatih ketrampilan membuat ploncon ini diharapkan para ibu di Widoro berminat membuat ploncon untuk mengatasi permintaan ploncon yang cukup banyak dari konsumen. “Selain itu juga untuk meningkatkan kreativitas masyarakat Dusun Widoro dengan memanfaatkan barang-barang bekas dan mudah diperoleh untuk dijadikan barang yang berguna seperti ploncon sekaligus menciptakan lapangan kerja” kata Erfina.
Agusta Arif menjelaskan cara membuat ploncon, dimana bahan yang digunakan cukup kertas bekas pembungkus semen yang mudah diperoleh dan lem kanji. “Kertas semen dipotong berbentuk persegi panjang menggunakan gunting sesuai ukuran ploncon yang akan dicetak.” kata Agusta, “Kemudian potong-potong tiap 3 cm pada bagian atas tapi jangan sampai putus. Kertas karton juga dipotong-potongan namun tiap 2 cm. Untuk memperindah ploncon diberi hiasan menggunakan kertas marmer yang dipotong dengan gunting zigzag”. Dita Wulandari menambahkan bahwa bagian pencetakan ploncon membutuhkan keuletan dan kesabaran yang tinggi. “Kertas semen pertama yang sudah dipotong diolesi dengan lem sampai merata pada tiap bagiannya, kemudian dipasang pada klebut atau pencetak ploncon.” ungkap Dita, “Lalu memasang kertas karton untuk melapisi kertas semen dengan lem kanji dan melapisi lagi kertas semen pertama dan kertas karton dengan kertas semen kedua”. Setelah itu ploncon yang sudah selesai dicetak dikeringkan dengan diangin-anginkan. Setelah ploncon kering kemudian bagian permukaan atas diolesi dengan lem kanji sampai rata agar tampilan ploncon tampak lebih rapi, halus dan keras. Kemudian ploncon dikeringkan lagi dan diberi hiasan barulah ploncon siap dipasarkan. Kerja keras mahasiswa pendidikan IPA ini berhasil meraih dana DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat tahun 2011.