Mahasiswa FMIPA UNY Amati Gerhana Matahari

Gerhana matahari total yang terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 merupakan fenomena alam yang cukup istimewa bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan daerah (terutama dekat kota besar) yang mengalami gerhana matahari total hanya berada di kawasan Indonesia, dan tidak di negara lain. Tidak heran banyak astronom asing yang berbondong-bondong masuk ke Indonesia hanya untuk mengamati fenomena langka ini. Kota-kota besar di Indonesia yang dilewati gerhana matahari total ini di antaranya adalah Palembang di Sumatera, Tanjung Pandan di Belitung, Palangkaraya di Kalimantan, Luwuk di Sulawesi dan Maba di Halmahera. Untuk kawasan Indonesia Barat, durasi fase total akan berkisar angka 2 menit, sementara di wilayah Timur Indonesia, durasi fase total mencapai 3 menit.
Meskipun Yogyakarta bukan merupakan daerah yang dilewati jalur gerhana matahari total, namun matahari dari wilayah Yogyakarta nampak tertutup sebagian hingga sekitar 85%. Hal ini menjadikan Yogyakarta menjadi wilayah yang mengalami gerhana matahari sebagian. Banyak komunitas astronomi di Yogyakarta yang mengadakan pengamatan terbuka di beberapa titik di kota Yogyakarta. 
Untuk Tim dari Jurusan Pendidikan Fisika UNY sendiri yang berjumlah 40 mahasiswa dengan dosen pembimbing Denny Darmawan, M.Sc., melakukan pengamatan di rooftop LIPPO PLAZA lantai 7. Pemilihan lokasi ini supaya arah pandang ke timur tidak terhalang oleh apapun. Hal ini dikarenakan ketika mulai masuk fase gerhana, matahari masih berada di ketinggian yang cukup rendah dari horizon timur. 
Dijelaskan Denny, persiapan alat, teleskop mulai di-setting pada jam 06.00 WIB saat matahari mulai nampak di atas horizon timur. Kondisi langit timur cukup cerah tanpa adanya awan yang menghalangi matahari. Selain teleskop, tim juga mempersiapkan 10 kacamata gerhana yang bisa digunakan peserta pengamatan secara bergantian, beberapa juga digunakan pada alat perekam yang dibawa tim seperti handycam dan kamera digital.
Fase gerhana dimulai dari fase kontak pertama (first contact), yaitu saat dimana piringan bulan mulai masuk ke piringan matahari terjadi sekitar jam 6.20 WIB pada ketinggian matahari sekitar 9° dari horizon timur. Fase maksimum terjadi sekitar jam 7.23 WIB saat matahari berada pada ketinggian 23° dari horizon dimana matahari nampak berbentuk sabit. Fase total tidak dapat terlihat dari kota Yogyakarta karena kota ini berada jauh di selatan jalur gerhana matahari total. Fenomena gerhana matahari diakhiri saat fase kontak terakhir (last contact) yaitu saat dimana piringan bulan tepat sudah di luar piringan matahari yang terjadi sekitar jam 8.33 WIB pada ketinggian matahari sekitar 41°.
Denny menerangkan, pengamatan gerhana ini cukup penting bagi siapa saja. Selain bahwa gerhana matahari total yang terjadi pada 9 Maret 2016 ini eksklusif hanya teramati di Indonesia, fenomena ini tidak terjadi setiap saat dikarenakan bidang edar bulan mengelilingi bumi yang tidak satu bidang dengan bidang edar bumi mengelilingi matahari. Gerhana berikutnya yang bisa diamati adalah gerhana matahari cincin di Sumatera pada tanggal 26 Desember 2019 dan gerhana matahari total di Papua pada tanggal 20 April 2023. Dari kota Yogyakarta, fenomena ini kembali hanya bisa teramati sebagai gerhana matahari sebagian. Kota Yogyakarta sendiri pernah mengalami gerhana matahari total pada 11 Juni 1983, dan akan kembali mengalami fenomena ini sekitar 375 tahun lagi.(witono)