FMIPA UNY JALIN KERJASAMA DENGAN BPSMP SANGIRAN

Untuk memperluas akses sumber belajar bagi mahasiswa dan dosen, FMIPA UNY menjalin kerjasama dengan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. Penandatanganan naskah kerjasama dilaksanakan di FMIPA UNY (7/9) oleh Dekan Dr. Hartono dan Kepala Balai Pelestarian, Sukronedi, S.Si., M.A. Hadir pada kesempatan tersebut pengurus Jurusan , dosen, serta mahasiswa  Jurusan Pendidikan Biologi.
Dalam sambutannya, Dekan FMIPA UNY, Dr. Hartonomenyampaikan bahwa penandatanganan MoU ini adalah untuk memformalkan, karena antara FMIPA  dengan Balai Pelestarian sudah terjalin kerjasama yaitu para mahasiswa Biologi UNY yang belajar di Sangiran. Dengan adanya MoU ini ke depan tidak hanya untuk belajar tetapi bisa dilanjutkan dengan penelitian bersama dan sangat memungkinkan, nanti kami akan meminta teman-teman dari Sangiran sebagaiguest lecturer atau dosen ahli di FMIPA untuk mata kuliah yang berkaitan dengan evolusi.
“Untuk penelitian bersama silakan kalau membutuhkan alat-alat yang spesifikasinya tidak ada di Sangiran tapi ada di lab FMIPA. Begitu juga sebaliknya jika para mahasiswa menulis skripsi memerlukan alat di lab Sangiran kami mohon izin untuk difasilitasi. Dengan demikian ilmu akan semakin berkembang kalau kita saling bekerjasama”, lanjutnya.
Ditambahkan, tidak tertutup kemungkinan bagi skripsi yang penelitiannya di Sangiran, nanti pembimbing skripsinya juga ada yang dari Sangiran seperti yang sudah dilakukan antara UNY dengan BATAN.
Senada,  itu pegawai dari BPSMP Sangiran, Sukronedi, menyampaikan bahwa Sangiran diibaratkan sebagai laboratorium alam seperti evoluasi, arkeologi, geografi, geologi, biologi. “Bagaimana mengidentifikasi fosil-fosil yang ada di Sangiran. Sekarang kita punya sekitar 40 ribu pramu fosil yang ada di gudang atau baru 30% yang terungkap dan diangkat ke permukaan. Sedangkan yang 70% masih di dalam tanah. Jadi untuk riset, pengembangan, banyak sekali yang bisa dilakukan di Sangiran. Untuk bidang kimia, bagaimana untuk mengkonservasi fosil. Karena fosil yang didapatkan tidak seluruhnya dalam keadaan yang kuat, perlu penanganan untuk konservasi yang tepat”, jelasnya. (witono)