DIES NATALIS KE-52 FMIPA UNY

FMIPA UNY selain mencetak guru yang professional juga mengembangkan ilmu-ilmu dasar dan penelitian yang berkaitan dengan energi. FMIPA UNY juga menjalin kerjasama dengan BATAN Yogyakarta.
Demikian disampaikan Dekan FMIPA UNY, Dr. Hartono dalam sambutannya pada Upacara Dies Natalis ke-52 FMIPA UNY, Kamis, 1/9/16 di ruang sidang fakultas. Hadir pada kesempatan tersebut jajaran pimpinan di lingkungan UNY, dosen, pegawai, mahasiswa, serta tamu undangan lainnya. Tema Dies yaitu Peran MIPA Dalam Pengembangan Energi Alternatif. Pidato Dies Disampaikan oleh Prof. Dr. Djarot S Wisnubroto, Kepala Batan.
Lebih lanjut dikatakan, sebagai salah satu fakultas di UNY yang sedang menuju perguruan tinggi bertaraf internasional beberapa kegiatan sudah dilaksanakan FMIPA, diantaranya penyelenggaraan The 3rd International Conference on Research, Implementation and Education of Mathematics and Science 2016 (3rd ICRIEMS), mendatangkan guest lecturer, program transfer kredit dengan universitas luar negeri, dll.
Wakil Rektor I UNY, Wardan Suyanto, Ed.D dalam sambutannya menerangkan  tantangan bagi FMIPA, meskipun sudah mempunyai kelas internasional tapi seberapa siap kelas internasional dijual kepada mahasiswa-mahasiswa dari luar negeri. Target kita meningkatkan jumlah mahasiswa dari luar negeri.
FMIPA harus merancang dengan sebaik-baiknya bagaimana untuk meyakinkan mahasiswa-mahasiswa luar negeri datang ke sini untuk belajar. Tanpa keunggulan sulit untuk mendatangkan mereka belajar di UNY.
Sementara itu, Djarot Wisnubroto dalam paparannya menyampaikan, salah satu tantangan utama program PLTN di Indonesia adalah, kesangsian sebagian masyarakat terhadap kemampuan kita sendiri dalam mengelola teknologi yang dianggap beresiko semacam nuklir.  Suara kelompok anti nuklir selalu menyatakan keraguan bahwa bangsa Indonesia bisa mengelola fasilitas nuklir yang memerlukan tingkat keselamatan tinggi, termasuk bagaimana mengelola limbah radioaktif yang sebagian beraktivitas tinggi dan berusia panjang. 
“Di satu sisi pernyataan yang mengacu pada berbagai contoh Indonesia menghadapi bencana sebagian ada benarnya, namun di sisi lain apabila filosofi ini menjadi pijakan program pembangunan Indonesia justru semakin menjerumuskan negeri ini dalam  posisi sulit untuk mencari solusi berkurangnya cadangan energi fosil dan untuk memenuhi komitmen terhadap pengurangan emisi karbon”, terangnya. 
Dijelaskan juga bahwa dengan pengalaman selama 40 tahun sebenarnya Indonesia telah mempunyai infrastruktur yang cukup untuk membangun PLTN.  Peraturan perundangan yang relatif memadai, adanya organisasi promosi-litbang BATAN dan badan pengawas BAPETEN yang independen sejak   hampir 20 tahun lalu, disamping juga  sumber daya manusia yang relatif memadai.  Bahkan BATAN juga telah mengkaji secara mendalam terkait bagaimana mengelola limbah radioaktif untuk operasi PLTN selama 100 tahun, termasuk mempunyai beberapa opsi calon lokasi pembuangan limbah radioaktif.  (witono)