Mahasiswa FMIPA UNY Manfaatkan Limbah Kulit Singkong sebagai Adsorpsi Pewarna Tekstil

Kulit singkong yang banyak kita jumpai di daerah pedesaan belum banyak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Kulit singkong biasanya hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak saja. Tapi setelah dilakukan penelitian oleh mahasiswa FMIPA UNY yaitu  Desiyuning F. Z, Margaretha Aditya K, Elsa Nidya H. dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Endang Widjajanti, ternyata selulosa asetat limbah kulit singkong tersebut bisa dimanfaatkan untuk adsorpsi pewarna direct teknis yang banyak digunakan oleh industri tekstil.
Desiyuning menjelaskan, kulit singkong dipilih karena banyak dijumpai di Indonesia namun pemanfaatan kulit singkong belum optimal. Padahal dalam kulit singkong mengandung 50% karbohidarat ubinya.
Diungkapkan, pada penelitian ini tahapan yang dilakukan adalah preparasi sampel, isolasi, dan ekstraksi sampel sehingga diperoleh selulosa. Mula-mula kulit singkong dibersihkan, kemudian dikeringkan sampai kadar airnya berkurang. Lalu dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai didapat sampel dengan ukuran yang kecil.
Proses isolasi seluosa dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet dengan perbandingan pelarut yaitu etanol:toluen sebesar 1 : 2. Kulit singkong yang telah diblender dan dikeringkan kemudian disokletasi selama 5 jam. Sampel yang telah diperoleh pada proses sokletasi selanjutnya dioven dan dibilas denga air panas agar bebas etanol dan toluen. Sampel yang telah diperoleh dilarutkan denganNaOH dingin dan NaOH panas untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin. Setelah itu sampel direndam dengan NaOCL 0,5% dengan penambahan NaOH padat sampai sampel berubah menjadi berwarna putih kekuningan. Dari 60 gram kulit singkong yang diisolasi diperoleh hasil isolasi sebanyak 16 gram.
Menurut standar SNI, selulosa asetat yang baik adalah selulosa asetat dengan persen asetil sebesar 39,0 – 40,0 %. Persen asetil merupakan jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada rantai selulosa yang akan menentukan nilai derajat subtitusi.
Dipaparkan, proses adsorpsi dengan selulosa asetat dari limbah kulit singkong terhadap larutan pewarna direct red dan direct black telah dilakukan dengan variasai waktu kontak selama 5, 10, 15,30, 45, 60, 90, 120 dan 180 menit. Massa adsorbn yang digunakan adalah sebesar 1 gram yang dilarutkan dalam 100 ml larutan pewarna direct dengan konsentrasi 200 ppm.
Dari hasil penelitian, daya adsorpsi maksimum selulosa asetat untuk direct red adalah pada waktu kontak adsorpsi selama 90 menit dengan efisiensi adsorpsi sebesar 44,82 %. Sedangkan efisisensi adsorpsi selulosa asetat terhadap direct black adalah sebesar 32,5 % pada waktu kontak adsorpsi selama 45 menit. Hasil yang tidak konstan disebabkan karena pada saat pengukuran absorbansi larutan tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga masih terdapat adsorbat yang ikut pada proses pengukuran yang menyebabkan absorbansi menjadi berubah.
“Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa selulosa asetat dari kulit singkong mampu mengadsorpsi pewarna direct tekni, daya adsorpsi pada variasi waktu kontak adsorpsi secara umum mengalami kenaikan seiring dengan naiknya konsentrasi,” lanjutnya.  (witono)