KECAP DARI BIJI GAMAL

Kecap merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Kecap mempunyai tekstur kental, berwarana coklat kehitaman-hitaman, mudah diperoleh, dan memiliki masa simpan yang relatif lama. Kecap manis sebagai salah satu bumbu masak secara umum berfungsi sebagai penyedap rasa seperti dalam pembuatan masakan mie goreng, nasi goreng, tumis, soto dan lain-lain. Kecap yang beredar dipasaran umumnya dibuat dari kacang kedelai kuning atau hitam. Namun kebutuhan kedelai tidak hanya sebagai bahan pembuat kecap manis sehingga ketersediaan kedelai di Indonesia belum mencukupi, hal tersebut mengakibatkan harga kedelai melambung tinggi dan mengakibatkan produk hasil kedelai harganya mahal, sehingga kecap menjadi tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat yang ekonominya rendah. Walaupun ada juga kecap manis yang harganya murah namun kualitasnya kurang baik, hal ini dapat dicermati melalui rasa, aroma, tekstur yang berbeda dengan kecap merk terkenal. Oleh karena itu untuk mengurangi ketergantungan kedelai dalam pembuatan kecap tetapi harganya dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan kimia fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Yogo Dwi Prasetyo, Nurul Kurniati Rahayu dan Aisyiah Restutiningsih memanfaatkan biji gamal (Gliricidia sepium) untuk dibuat kecap. Di daerah pedesaan tanaman gamal biasa tumbuh di sekitar rumah dan biasanya dianggap sebagai tanaman penganggu atau gulma yang tumbuh di pagar-pagar rumah. Sebagian orang ada yang memanfaatkan batang gamal sebagai kayu bakar arang, furnitur lokal, bahan konstruksi dan ada yang memanfaatkan daunnya sebagai pakan ternak. Tetapi masih jarang yang memanfaatkan bijinya, padahal produksi bijinya bisa mencapai 4-8 kg/pohon. Menurut Yogo Dwi Prasetyo kecap biji gamal tak kalah nilai gizinya dengan kecap kedelai karena mengandung  protein 33%, kadar air 11,93%, lemak 25,57%, karbohidrat 27,60 %, dan sisanya adalah abu dan zat-zat lain. “Oleh karena itu kami memproduksi kecap yang diharapkan dapat mendongkrak nilai ekonomi biji gamal dan membantu masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan kreatifitas mahasiswa dalam memanfaatan tanaman gamal” kata Yogo.
Cara pembuatannya seperti dijelaskan Nurul Kurniati Rahayu adalah sebagai berikut, pertama kali biji gamal dicuci dan direndam dalam air selama dua malam lalu direbus sampai kulit bijinya menjadi lunak baru ditiriskan dan dihamparkan di atas tampah. Selanjutnya menginokulasi dengan ragi (aspergillus oryzae) pada suhu ruang selama 3 – 5 hari. Langkah ini merupakan fermentasi pertama atau fermentasi kapang. “Fermentasi kedua dengan menambahkan larutan garam 20%, artinya 800 gram garam dilarutkan dalam 4 liter air” lanjut Nurul, “Baru menempatkannya pada suatu wadah dan dibiarkan selama 3 – 4 minggu pada suhu kamar.” Kemudian biji gamal dimasak dengan sejumlah air tertentu yang telah difermentasikan tersebut bersama-sama dengan air garamnya dan disaring. Filtrat hasil saringan tersebut dimasak kembali dan ditambahkan dengan bumbu yang diperlukan seperti daun salam, lengkuas, bawang putih, serai, garam, dan gula. Bumbu-bumbu ini disangrai terlebih dahulu kecuali daun salam dan sereh, digiling hingga halus dan dicampurkan. Pemasakan dilakukan sampai tingkat kekentalan tertentu. Setelah adonan tersebut masak, kemudian menyaring adonan dengan kain saring. Filtrat yang diperoleh merupakan kecap yang siap dibotolkan.
Aisyiah Restutiningsih mengatakan bahwa di Indonesia jumlah pohon gamal cukup besar tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Gamal dapat tumbuh pada daerah-daerah beriklim lembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar 900—1500 mm. Hampir seluruh wilayah Indonesia cocok untuk budidaya tanaman ini yang tersebar mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi baik yang dibudidayakan di lahan khusus maupun ditanam sembarangan di kebun atau di halaman. “Hampir setiap pekarangan rumah di Indonesia dapat ditanami tanaman gamal, karenakan tanaman ini cepat menghasilkan, dapat berlangsung lama, mudah ditanam dan mudah dipelihara” tutup Aisyiah.