BERSEPEDA DEMI ILMU

Kabut pagi masih menggantung, kicauan burung masih sayup terdengar di ujung dahan. Saat matahari masih belum menampakkan sinarnya seorang pemuda mengayuh sepeda bututnya menelusuri aspal yang sepi di jalan raya Srandakan menuju Yogyakarta tempat menaruh harapan tinggi tentang masa depan. Dialah Kawit Sayoto, pemuda dusun Lopati Trimurti Srandakan Bantul yang berkemauan keras untuk melanjutkan studi diantara ketidakmampuan orangtuanya untuk membiayai.
Setelah lulus dari SMAN 1 Sanden Bantul tahun 2006 lalu Kawit mempunyai keinginan menuntut ilmu yang lebih tinggi dari semata tamatan SMA. Diiringi tangis orangtuanya yang bingung tentang masalah biaya Kawit berhasil diterima di salah satu jurusan favorit di perguruan tinggi idaman yang sesuai dengan cita-citanya menjadi guru, jurusan pendidikan matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Ayahnya, Dahlan, yang berprofesi sebagai pembuat kronjot alias keranjang dari anyaman bambu hanya bisa pasrah melihat kemauan keras anak sulung dari 2 bersaudara yang dengan cara apapun ingin menuntut ilmu di perguruan tinggi. Padahal gempa yang melanda Bantul 3 bulan sebelumnya juga telah merobohkan rumahnya. Akhirnya mulailah pemuda kelahiran tanggal 21 Juli 1988 ini mencari informasi beasiswa bahkan mencari orangtua asuh yang berkenan membiayai kuliahnya.
Tuhan memang tidak tidur dan selalu mendengar keluh kesah hambaNya. Setelah mendatangi kantor BKKBN Bantul akhirnya Kawit berhasil mendapatkan orang tua asuh yang bersedia membayar uang masuk dan SPP, bahkan masih pula mendapatkan Beasiswa Masuk Universitas (BMU). Berarti satu masalah terselesaikan. Permasalahan berikutnya menghadang, yaitu bagaimana berangkat kuliah ke Yogyakarta karena jarak Lopati – Yogyakarta cukup jauh yaitu 25 kilometer, sedangkan untuk kost jelas tidak memungkinkan karena keterbatasan biaya. Akhirnya dengan tekad bulat dimulailah petualangan setiap pagi menempuh jarak 25 kilometer dengan naik sepeda butut. Ketika ditanya berapa lama dia menempuh jarak sejauh itu dengan sepeda, pemegang ranking pertama di SMAN 1 Sanden Bantul ini menjawab sekitar 100 menit. ”Jika kuliah dimulai jam 7 pagi maka saya biasanya berangkat sekitar jam 5 pagi dari rumah, belum lagi jika ada kendala hujan” katanya sambil tersenyum. Benar-benar potret pemuda yang pantang menyerah pada keadaan.
Prestasi Kawit di kampus juga tidak mengecewakan. Dia berhasil menelurkan program kreativitas mahasiswa berjudul ”suruh aksara warna”, ”pemanfaatan limbah bambu dan kayu untuk pembuatan jangka sorong”, ”kue gandasturi dari limbah endapan kacang hijau home industri bakpia di Lopati” dan jurnal ”suku barisan lilit/lilit sequence”. Indeks prestasi 3,74 dan nilai rata-rata Ujian Akhir Nasional di SMAN 1 Sanden Bantul 9,17 juga menjadi catatan prestasi Kawit. Menurut salah satu teman kuliahnya, Akhmada Khasbi, Kawit cukup terbuka dalam pergaulan sehari-hari juga sering bertanya pada dosen jika ada hal yang tidak dimengerti. ”Dia juga sering mengutak-atik rumus” kata Akhmada, ”dan uniknya, dia dapat memahami pembelajaran dengan bahasanya sendiri”.
Selain kuliah kegiatan sehari-hari pemegang ranking 2 di SMAN 1 Sanden Bantul ini sekarang adalah menjadi guru di SDIT Assalam Sanden Bantul sambil memberi les bagi siswa SD, SMP dan SMA di sekitar Lopati. Dari rumahnya yang telah berdiri berkat bantuan salah satu LSM ketika recovery korban gempa Bantul beberapa tahun lalu Kawit mulai menata masa depannya. Setiap malam rumahnya selalu ramai dikunjungi oleh para siswa yang mengambil les matematika, mata pelajaran yang dikuasainya. Ternyata sepeda butut itu juga bisa menciptakan sejarah...