BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI ANTIFUNGI PADA TANAMAN CABE MERAH

Penyakit antraknosa pada tanaman cabai merah yang disebabkan oleh kapang Colletotrichum  sp telah menurunkan produktifitas baik dari segi kuantitas maupun kualitas cabai di Indonesia. Petani biasanya menggunakan fungisida untuk memberantas kapang Colletotrichum  sp   dengan harapan hasil pertanian akan meningkat. 
Namun, fungisida mempunyai dampak  negatif  seperti  berkurangnya  keanekaragaman hayati  karena dapat membunuh makhluk bukan sasaran seperti lebah, serangga penyerbuk, cacing dan serangga bangkai. Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada fungisida adalah dengan memanfaatkan agen pengendali  hayati, salah satunya menggunakan bakteri selulolitik.
Berdasarkan hal di atas mahasiswa UNY yang terdiri dari Galuh Ajeng Antasari, Sri Suwarni Yuliatiningsih, Dhanang Robbiansah, Setiarti Dwi Rahayu dan Debby Agustin dari Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY melakukan penelitian yang berjudul “Potensi Bakteri Selulolitik dari Seresah Mulut Gua Anjani, Karst Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah sebagai Antifungi Colletotrichum sp. Penyebab Penyakit Antraknosa pada Tanaman Capsicum annum secara in vitro”. 
Galuh mengatakan, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi dan genus bakteri selulolitik yang diambil dari seresah mulut Gua Anjani yang dapat menghambat pertumbuhan kapang Colletotrichum sp. penyebab penyakit Antraknosa pada tanaman Capsicum anuum, dilihat berdasarkan luas zona hambat bakteri. 
Penelitian ini dilakukan secara in vitro (di dalam wadah), karena untuk menumbuhkan bakteri hanya memungkinkan di dalam sebuah wadah (cawan petri) yang berisi media untuk pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian, khususnya untuk mengurangi kerugian hasil panen cabai merah akibat penyakit antraknosa.
Dijelaskan Galuh, penelitian dilakukan dengan menyiapkan kapang Colletotrichum sp., kemudian menyiapkan alat dan media isolasi bakteri. Media isolasi yang digunakan adalah media Carboxymethyl Cellulose (CMC) 1 % dengan harapan hanya bakteri selulolitik saja yang tumbuh pada media selektif ini. Langkah selanjutnya yaitu isolasi bakteri dari seresah mulut gua anjani, seresah yang diambil sebagai sampel kemudian diencerkan sampai pengenceran 10-14. Pengenceran yang diambil untuk ditumbuhkan adalah 10-12 , 10-13  dan 10-14. Setelah itu permunian isolat bakteri selulolitik yang tumbuh ke media CMC baru. Kemudian screening bakteri selulolitik dengan meneteskan pewarna merah kongo 1 % ke dalam bakteri. Hasil screening bakteri berupa zona bening disekitar bakteri. Berdasarkan hasil screening, terdapat 8 isolat bakteri yang memiliki zona bening, kemudian diambil 2 isolat yang memiliki zona bening terbesar dan 2 isolat dengan zona bening terkecil. 
Keempat isolat bakteri yang dimaksud yaitu A2, A3, B4 dan B7. Keempat isolat bakteri kemudian di uji karakterisasi yaitu pengecatan gram, uji fermentasi karbohidrat, uji motilitas, uji kebutuhan oksigen, uji reduksi sitrat, uji produksi H2S dan uji hidrolisis pati. Isolat bakteri tersebut merupakan bakteri aerob. Setelah di karakterisasi, keempat bakteri ini kemudian dibuat kurva pertumbuhannya selama 48 jam. Identifikasi bakteri selulolitik  dilakukan menggunakan metode Profile Matching yang ditelusuri melalui  Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 9th Edition. 
Analisis terhadap uji penghambat isolat bakteri terhadap kapang Colletotrichum sp. dilakukan dengan melakukan pengukuran luas zona bening. Isolat bakteri yang memiliki daya zona bening luas berarti memiliki daya hambat yang besar terhadap pertumbuhan kapang Colletotrichum sp. (witono)