Yoshiko Kitada, Bicara Lesson Study di UNY

Yoshiko Kitada, dari Saitama University berbagi pandangan tentang Lesson Study (LS) pada acara Workshop Lesson Study yang digelar di FMIPA UNY, kemarin.  Workshop diikuti oleh dosen FMIPA UNY yang menjadi fasilitator pelaksanaan LS di Bantul Yogyakarta.
Menurut Kitada, visi dari seorang guru memerankan peranan penting dalam  pelaksanaan LS. Akan tetapi hal ini tidak mudah. Visi tidak dapat dilihat atau dipegang.  Visi tidak bisa diajarkan/disampaikan  melalui pembelajaran. Seorang guru yang baik harus bisa mempelajari visinya sendiri dan mencari visinya adalah visi yang seperti apa. Sebelum kita memulai LS, kita harus bisa memvisualisasikan  visi dari guru itu seperti apa. Dan bagaimana visi itu bisa dikembangkan melalui pelaksanaan LS.  
Kitada memberi contoh dari seorang guru senior  di Jepang yaitu Mr. Watanabe. Pengalaman mengajarnya sudah 36 tahun di SMP dan mengajar Sains. Tidak mudah mengubah pola pikir seorang guru yang sudah senior dan berpengalaman dalam mengajar.  Kitada  sudah membantu Watanabe sekitar 10 tahun. Kemudian Bapak Watanabe ini akhirnya berubah pola pikirnya.
Kitada menayangkan video tentang proses pembelajaran Mr. Watanabe. Dalam video tersebut  tampak Mr Watanabe menjelaskan kepada siswa selama selama 30 menit dan untuk percobaan waktu hanya tersisa 15 menit. Kemudian Mr. Watanabe membagikan alat percobaan dan satu kelompok melakukan percobaan hanya satu materi. Hal ini membuat siswa kecewa. Dia juga menekankan bahwa percobaan hari ini harus diselesaikan pada hari ini juga.  Intonasi berbicara yang selalu tinggi dari Mr Watanabe itu artinya intonasi yang memerintah. Dia menguasai kelasnya.
“Pada tahun pertama menerapkan LS  intonasi bicaranya mulai melembut.  Bukan hanya pola pikir Mr Watanabe saja yang berubah tapi guru yang lainpun mengalami perubahan pola pikir dimana subyek dari LS ini bukan gurunya  tapi siswa,” lanjut Kitada.   
Pada 4 tahun berikutnya (2008), pada pelajaran IPA, Mr Watanabe meminta siswanya untuk berdiskusi sendiri kemudian menciptakan percobaannya sendiri. Kalau dulu Mr Watanabe menjelaskan dahulu, tapi sekarang Mr Watanabe memberikan kesempatan kepada siswanya untuk melakukan percobaannya sendiri.
Mr. Watanabe menjelaskan kepada siswanya, dalam percobaan IPA yang sebenarnya kalian harus mendiskusikan dan menemukan cara kalian sendiri untuk melakukan percobaan. Saya akan mendukung kalian untuk menggunakan cara yang berbeda-beda. Coba satu cara kemudian observasi apa yang akan terjadi. Jika gagal cari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang muncul.  Tidak apa-apa jika para siswa tidak bisa menyelesaikan percobaannya pada hari tersebut karena akan diteruskan pada 3 atau 4 pembelajaran berikutnya. Inilah percobaan IPA yang sebenarnya.
Jadi, lanjut Kitada, ketika bapak/ibu menjadi fasilitator LS sekolah di Bantul Yogyakarta, rekaman video bisa menjadi bukti  perubahan dari guru yang di Bantu. Mengajar adalah makanan sehari-hari guru, jadi nanti melalui video tersebut  guru yang dibantu akan mengerti sejauh mana perubahannya setelah melaksanakan LS. Jadi nanti bisa ditunjukkan perubahan setelah melaksanakan LS. (witono)