TELITI LUDAH KELELAWAR, MAHASISWA UNY TEMUKAN BAKTERI PERUSAK SEL DARAH MERAH

Kelelawar merupakan hewan pembawa penyakit (Reservoir) dan disebut sebagai hewan zoonis yang memiliki penularan penyakit cukup tinggi ke manusia atau hewan vertebra lainnya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit pada tahun 2015 hingga 2017 akan melakukan penelitian pada berbagai hewan reservoir salah satunya adalah kelelawar. Pada dasarnya kelelawar memiliki perbedaan dari pola makan dan ekosistem mulut sehingga tingkat toksisitasnya juga berbeda. Tingkat penyebab penyakit dapat dilihat dari kelompok bakteri dan daya hemolitiknya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melihat toksisitas saliva kelelawar melalui isolasi bakteri adalah dengan isolasi dan identifikasi bakteri dari sampel saliva kelelawar megachiroptera dan microchiroptera di kawasan karst menoreh sebagai indikator toksisitas saliva. 
Hal tersebut membuat keempat mahasiswa FMIPA UNY  yaitu Andi Joko Purnomo, Dixy Dhyanti Prillyaning Saraswati, Cici Nurmaidha Tanjung dan Muhammad Fajar Fathu Rahman melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui kelompok bakteri dan daya hemolitiknya dari sampel saliva kelelawar sebagai indikator tingkat toksisitas saliva di kawasan karst Menoreh. 
Andi Joko selaku ketua tim menjelaskan, penelitian dilakukan menggunakan kelelawar megachiroptera dengan genus Hipposideros, sedangkan pada kelelawar microchiroptera terdapat dua genus yaitu Miniopterus dan Cynopterus. Pada sampel saliva kelelawar baik megachiroptera dan microchiroptera ditemukan 93 isolat bakteri ditinjau dari karakter morfologi dan fisiologi bakteri. Hasil identifikasi  bakteri menunjukkan 5 genus bakteri dugaan yaitu Sterptobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Shigella dan Bacillus. Terdapat perbedaan bakteri dari golongan microchiroptera dan megachiroptra ditinjau dari jumlah β-hemolisis terbanyak sebanyak 36 isolat pada sampel microchiroptera. β-hemolisis artinya adalah bakteri tersebut mampu merusak susunan sel darah merah. Dengan nilai toksisitas isolat pada microchiroptera  sebesar 86,4 %. Sehingga kelelawar dari kelompok microchiroptera memiliki nilai toksisitas tinggi pada saliva kelelawar di kawasan kars menoreh.(dixy/witono)