SENSOR CAHAYA SEBAGAI PENGUKUR KETINGGIAN AIR WADUK

Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air untuk berbagai kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh dan sering juga disebut danau buatan yang besar. Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, komponen tata air waduk umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti. Akan menjadi berbahaya ketika debit air yang ada melebihi dari kapasitas yang seharusnya karena ada kemungkinan tanggul tidak kuat menahan tekanan. Jebolnya tanggul memang tak terduga bahkan sampai berakibat fatal yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan harta benda. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain seperti curah hujan yang ekstrim, kurangnya perhatian atau kelalaian dari petugas yang menjaga dan mengurusi waduk itu misalnya lalai dalam pengecekan ketinggian air dan kondisi tanggul. Agar terhindar dari bahaya waduk jebol bisa dengan mengetahui kedalaman airnya, jika tinggi air mencapai titik maksimum maka air yang dibuang melalui waterpass dapat ditambah. Untuk mendeteksi ketinggian air waduk ini sekelompok mahasiswa program studi pendidikan fisika Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta Imam Sudrajat, Bayu Nirpito, Anis Gufron, Didie Nuria Hasriyanto dan Atik Supriyati membuat pengukur ketinggian air waduk menggunakan sensor cahaya dengan sistem multimeter digital.
Menurut Imam Sudrajat sebagian besar waduk di Indonesia mendapatkan aliran air dari sungai, mata air, maupun air hujan namun akan menimbulkan bahaya ketika debit air yang ada melebihi dari kapasitas yang seharusnya. “Endapan lumpur jika tidak cepat diangkat dikhawatirkan bisa mendatangkan bencana sebab endapan lumpur akan mendorong tanggul waduk dan bisa menjebolnya.” kata Imam, “Oleh karena itu kami mengembangkan suatu alat yang dapat memberikan informasi mengenai ketinggian air secara akurat dan efisien. Alat tersebut menggunakan Light Dependent Resistor yang mempunyai kepekaan terhadap intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya akan menyebabkan perubahan hambatan yang dimanfaatkan untuk memunculkan angka pada multimeter. Selanjutnya angka ini akan menunjukkan ketinggian air pada waduk.”
Anis Gufron mengatakan bahwa dalam pembuatan alat ini membutuhkan gabus, karet, paralon, pipa besi, tiang alumunium, dan display. Karakteristik kerja dari alat ini adalah menerapkan prinsip hukum archimedes yaitu benda terapung dan menerapkan prinsip rangkaian listrik tertutup. “Prinsip benda terapung diterapkan pada karet dan gabus.” Kata Anis, “Hal ini karena jika karet dan gabus dimasukan dalam air maka akan terapung dan selalu mengikuti pertambahan ketinggian air.” lanjutnya. Untuk menghubungkan gabus bawah dengan gabus atas digunakan alumunium. Gabus bagian atas terdapat sensor cahaya dalam hal ini menggunakan Light Dependent Resistor dan bagian atas pipa paralon digunakan lampu sebagai sumber cahaya. Ketika air bertambah tinggi maka gabus pada Light Dependent Resistor semakin ke atas maka intensitas cahaya yang diterima semakin besar. Dengan demikian hambatan yang berada pada Light Dependent Resistor semakin besar. Dengan menggunakan multimeter maka hambatan yang muncul pada layar multimeter menyatakan ketinggian air. Atik Supriyati menambahkan bahwa alat ini telah diujicoba di Embung Tambakboyo Depok Sleman dengan hasil baik. “Dengan alat ini kami juga berhasil meraih dana DIKTI dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian tahun 2011.” tutup Atik.