Salep Luka Bakar Lendir Bekicot dan Uji Aktivitasnya sebagai Anti Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Mahasiswa Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) yaitu Rekno Wulan, Apriyana Sandranuari, Rachma Trihani Praptiwi, Nuri Kiswandari, dan Avi Nurul Makrifah dengan dosen pembimbing Asri Widowati, M.Pd.  berhasil membuat Saleb Luka Bakar dari Lendir Bekicot.
Ketua tim, Rekno mengatakan, latar belakang penelitian ini adalah ketika berada di masyarakat  desa Tegal Grudo Mojayan Klaten. Mereka belum memanfaatkan bekicot secara optimal.  Padahal, disana terdapat banyak bekicot. Kebanyakan  dari masyarakat tersebut hanya menganggap bekicot sebagai hama tanaman. Bekicot atau Achatina fulica Ferussac selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai hewan yang menjijikkan, tidak berguna, dan kurang memberikan kontribusi dalam kehidupan manusia, serta harus dibasmi. Padahal jika dikaji dan diolah lebih dalam hewan ini memberikan manfaat yang luar biasa untuk manusia, antara lain: dagingnya sebagai bahan makanan ternak dan sumber makanan alternatif.
Dijelaskan, bekicot tidak hanya berfungsi sebagai barang konsumsi semata. Bagian bekicot yang paling menjijikan, yaitu mucusnya memiliki manfaat yang besar. Menurut pengamatan penulis, sebagian kecil masyarakat di desa Tegal Grudo Mojayan memanfaatkan mucus bekicot sebagai obat luka luar. Pada saat mereka terluka, mereka mengoleskan mucus bekicot pada luka tersebut dan luka lebih cepat kering.
“Berdasarkan alasan tersebut, kami tertarik untuk mengembangkan penelitian tentang Salep luka bakarlendir bekicot dan uji aktivitasnya  sebagai anti bakteri dan uji aktivitasnya dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa,” lanjut Rekno
Bahan kimia yang terkandung di dalam mucus/lendir bekicot antara lain achatin isolat, heparan sulfat, dan Calsium. Achatin isolat bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti nyeri. Sedangkan, heparan sulfat bermanfaat dalam mempercepat proses penyembuhan luka dengan membantu proses pembekuan darah dan Calsium berperan dalam hemostatis.
 Diungkapkan, pada Uji  Anti  Bakteri Lendir Bekicot terhadap Pseudomonas aeruginosa, penelitian ini mengunakan lendir bekicot sawah dan dilakukan uji aktivitasnya untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa. Dalam pengujian ini digunakan tiga variasi lendir bekicot, yaitu 25 %, 50%, dan 75%. Pengujian dilakukan dengan teknik wall difuson.
Setelah melakukan uji aktivitas bakteri, salep luka bakar lendir bekicot yang dibuat ialah salep dengan menggunakan konsentrasi lendir sebanyak 25 %. Berdasarkan uji bakteri dengan konsentrasi tersebut telah mampu menghambat aktivitas anti bakteri Pseudomonas aeruginosa sehingga salep luka bakar lendir bekicot yang akan dibuat ialah dengan konsentrasi 25%. Jumlah salep yang dibuat pada penelitian ini adalah 100 gram dengan perbandingan lendir bekicot 25 gram dan bahan campuran pembuat salep yaitu vaselin sebanyak 75 gram. Pembuatan salep ini dilakukan dengan cara mencampurkan lendir dan vaselin menjadi satu sampai tercampur menjadi homogen. Setelah adonan salep tercampur menjadi homogen, bahan salep ini di inkubasi di dalam freezer kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu, salep lendir bekicot siap digunakan. Salep luka bakar tersebut merupakan salep tingkat ringan yang digunakan dibagian kulit epidermis. (witono)