MENGOLAH BELALANG MENJADI MIE

Di Gunungkidul yang gersang dan tandus karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas perbukitan karst ternyata banyak ditemukan belalang baik belalang kayu maupun belalang sawah. Belalang kayu dapat dijumpai sepanjang tahun sedangkan belalang sawah banyak dijumpai pada musim penghujan, bahkan populasinya seringkali meresahkan petani karena merusak tanaman padi. Warga Gunungkidul sering mencoba segala kemungkinan sumber pangan dan protein untuk bertahan hidup termasuk mengkonsumsi belalang walaupun tidak diketahui bagaimana awalnya mulanya, alhasil sering ditemukan penjual belalang yang berjajar di tepi jalan Gunungkidul bukan hanya ketika musim penghujan saja. Selama ini mengkonsumsi makanan belalang masih selalu dianggap identik dengan kemiskinan. Namun banyak warga Gunungkidul perantauan yang membawa budaya makanan belalang ini ke kota besar sehingga mengkonsumsi belalang tidak lagi identik dengan kemiskinan bahkan menjadi sebuah kuliner khas Gunungkidul.
Jika selama ini masyarakat Gunungkidul mengkonsumsi belalang hanya semata digoreng atau dibacem belum ada variasi pengolahan belalang yang lebih menarik, maka sekelompok mahasiswa UNY yaitu Nanik Hidayati, Ria Nurindah, Cahyani Eka Romadhoni dari jurusan pendidikan IPA dan Arinda Ekaningsih dari jurusan fisika Fakultas MIPA serta Dwiningsih dari jurusan manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta mencoba mengolah belalang untuk menghasilkan produk yang lebih menarik yaitu dijadikan mie. Belalang diolah menjadi mie basah dan cara penyajiannya dapat dibuat seperti penyajian mie ayam pada umumnya maupun olahan mie basah lainnya. Nanik Hidayati mengatakan, dengan cara pengolahan belalang menjadi variasi makanan baru ini dapat memenuhi permintaan pasar akan berbagai makanan yang lezat dan bergizi dengan harga terjangkau. Selain itu mie belalang mempunyai kelebihan dimana kandungan proteinnya tinggi, rasa belalang yang khas, serta merupakan produk olahan baru yang unik sehingga mampu menarik perhatian untuk menikmatinya sebagai makanan khas Gunungkidul, tambahnya. Selain itu pengolahan belalang menjadi mie ini juga dapat meningkatkan nilai ekonomi belalang sehingga dapat memicu warga yang bermata pencaharian sebagai pencari belalang untuk lebih mengembangkan usahanya.
Secara umum belalang kayu maupun belalang sawah rasanya sama hanya berbeda ukuran saja. Bahan utama pembuatan mie yaitu tepung terigu serta bahan tambahan lain seperti garam dapur, telur, minyak goreng dan natrium karbonat dapat dibeli dipasar atau toko terdekat. Cara membuatnya diungkapkan oleh Cahyani Eka Romadhoni, dimana 2,5 kg belalang dibersihkan dari sayap dan kotorannya kemudian dicuci sampai bersih lalu dihaluskan dengan blender. Kemudian masukkan 10 kg tepung terigu dan belalang yang sudah dihaluskan ke dalam mesin pengaduk dan ditambahkan 5 butir telur. Sambil diaduk tambahkan larutan garam dan soda sedikit demi sedikit hingga merata sampai menggumpal kemudian diamkan selama 5 menit. Adonan lalu dimasukkan dalam mesin pres dan dibuat pelembaran. Mie dicetak dengan mesin pencetak mie kemudian potong-potong kira-kira 30 cm dengan ditaburi tepung tapioka agar tidak lengket lalu digulung sebesar satu kepal tangan dan mie siap untuk diolah. Dwiningsih memberikan cara menyajikan mie belalang, dimana belalang yang telah dibersihkan dari sayap dan kotorannya dipotong-potong menjadi 3 bagian lalu cuci sampai bersih dan dibacem lalu digoreng. Ambil satu gulungan mie kemudian rebus dalam air yang mendidih, setelah ditiriskan  campur dengan bumbu seperti mie ayam kemudian taburkan belalang bacem goreng diatasnya dan mie belalang siap disajikan dengan saos dan kecap.
Menurut Ria Nurindah, belalang merupakan sejenis serangga dan bagi banyak orang lebih dianggap sebagai hama daripada dimanfaatkan sebagai sumber makanan yang berprotein tinggi. Sebagian masyarakat justru menganggap bahwa mengkonsumsi belalang identik dengan kemiskinan padahal penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein belalang lebih tinggi daripada udang dimana kadar protein belalang kayu (Melanoplus cinereus) dibandingkan dengan udang windu (Panaeneous monodon) menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata. Protein tepung belalang kayu lebih tinggi dibanding tepung udang windu dengan kadar masing-masing 17,922 dan 9,846 persen. Protein sangat berperan dalam proses pertumbuhan terutama pada anak-anak. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan penyakit marasmus dan kwashiokor.