FMIPA UNY SELENGGARAKAN ICRIEMS KE-4

FMIPA UNY menyelenggarakan The 4th International Conference on Research, Implementation and Education of Mathematics and Science (4th ICRIEMS) pada Senin – Selasa (15-16/5) di  Auditorium UNY yang dibuka oleh Wakil Rektor I UNY, Dr. Margana. Hadir pula Wakil Rektor IV Dr. rer.nat Senam, perwakilan dosen dari universitas mitra seperti Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Mal;aysia, Yala Rajabhat University, dll.
Pada kesempatan tersebut hadir para pembicara dari berbagai negara mereka adalah Assistant Prof. Maitree Inprasitha, Ph.D., dari Faculty of Education, Khon Kaen University, Dr Liem Peng Hong dari Nippon Advanced Information Service (NAIS Co., Inc.), Dr. Jean W. H. Yong dari Plant Eco-Physiologist and IUCN Mangrove Red List coordinator, University of Western Australia and Curtin University, Perth, Australia, Associate Profesor Dr. Nor Azowa Ibrahim dari Universiti Putra Malaysia, Assoc. Prof. Khajornsak Buaraphan, Ph. D dari Mahidol University Thailand, serta Prof. Dr. ZuhdanKunPrasetyo, M.Ed. dari FMIPA UNY.
Pembicara Liem Peng Hong dalam makalahnya yang berjudul “Nuclear Energy Human Resource Development in Post Fukushima Dai-Ichi NPP Accident” menjelaskan bahwa selama kurang lebih 30 tahun, dari akhir tahun 70an sampai 2010, poling masyarakat yang dilaksanakan oleh perusahaan media massa cetak dan televisi menunjukkan bahwa opini negatif terkait PLTN di Jepang secara kasar selalu di bawah 40%. Setelah kecelakaan Fukushima, poling yang sama yang dilakukan dari maret 2011 hingga maret 2012 menunjukkan bahwa opini negatif meningkat dengan tajam hingga 70% dari 4-6 bulan setelah kecelakaan. Namun, bahkan setelah kecelakaan terjadi, 60% menyetujui bahwa keberadaan PLTN di Jepang memang diperlukan walaupun banyak yang menentang pembangunan PLTN yang baru. Setelah kecelakaan, kebijakan energi di Jepang berdasarkan perkiraan demand dan supply tahun 2030 merekomendasikan bahwa kontribusi PLTN terhadap listrik di Jepang harus dikurangi dari sekitar 30% (sebelum kecelakaan) menjadi 20-22% pada tahun 2030. Kekosongan yang diakibatkan oleh pengurangan ini dialihkan ke sumber energi terbarukan lainnya seperti solar dan angin.
“Setelah kecelakaan Fukushima tersebut, perguruan tinggi negeri dan swasta telah merancang ulang kurikulumnya untuk menghadapi isu dan tantangan yang disebutkan di awal. Dalam artikel ini dibahas dua contoh yang telah diterapkan”, lanjutnya.
Contohnya adalah kurikulum yang diterapkan oleh Tokyo Institute of Technology untuk mahasiswa pasca sarjana yang mengambil jurusan energi nuklir. Perubahan kurikulumnya menghasilkan lulusan yang memiliki spesialisasi pengetahuan dan rekayasa nuklir yang maju, berwawasan luas dan memiliki etika dan tanggung jawab yang tinggi. Kurikulumnya juga memungkinkan lulusannya memperoleh kemampuan dialog logis, kemampuan menyelesaikan masalah, dan kreativitas melalui riset di seminar dan tesis master. Mata kuliah yang ditawarkan di kurikulum baru ini mencakup: Rekayasa Teknik Nuklir, Rekayasa Penon-aktifan Reaktor Nuklir, Rekayasa Siklus Bahan Bakar Nuklir, Biologi dan Kedoktera Radiasi, Rekayasa Nuklir Fusi/Akselerator, Rekayasa Nuklir Maju, Internship dan Seminar Riset.
Sementara itu, Prof. Maitree Inprasitha, Ph.D pada makalah berjudul An Open Approach Incorporating Lesson Study: An Innovation For Teaching Whole Number Arithmetic memaparkan mengenai pendekatan tradisional dalam pembelajaran matematika di Thailand beserta dengan hasilnya yang sejauh ini kurang memuaskan. Selain itu, analisis mengenai perbedaan buku teks di Jepang dan Thailand beserta hasil penerapan pendekatan pembelajaran inovatif menggunakan buku teks Jepang   yang diterjemahkan ke Bahasa Thailand juga disampaikan.
Maitree mencontohkan bagaimana siswa-siswa kelas 1 sekolah dasar belajar untuk mendapatkan pemahaman yang bermakna mengenai aritmetika bilangan bulat melalui aktifitas matematika yang diajarkan oleh guru yang menggunakan pendekatan terbuka. Setelah berusaha selama beberapa dekade, Thailand sebagai negara berkembang yang mengadaptasi  ide-ide dari negara maju, akhirnya dapat mengatasi satu masalah berkepanjangan dalam pembelajaran matematika, khususnya untuk aritmetika bilangan bulat di tingkat sekolah dasar. Matematika di sekolah telah berubah dari pembelajaran pasif ke pembelajaran aktif, dimana siswa terlibat dalam matematika yang lebih bermakna. (witono)