DOSEN FMIPA UNY MEMBERI PELATIHAN PEMBUATAN TEMPE DI AUSTRALIA

Dosen Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY,  Dr. Kuncoro Asih Nugroho  melaksanakan Pengabdian pada Masyarakat (PPM) yaitu pendampingan pembuatan tempe di  Wiley Park, Sydney, New South Wales, Australia belum lama ini. Para peserta workshop  adalah yang tergabung dalam Iqro Foundation inc., Indonesian Welfare Association (IWA), dan Indonesian Campsie Society. Jumlah peserta 76 peserta terdiri dari warga Indonesia dan warga asing (Australia, Amerika).
Kuncoro mengatakan, tempe merupakan makanan favorit sebagian besar masyarakat Indonesia. Jadi ketika pergi ke luar negeri mereka merindukan makanan tersebut.  Namun sayangnya keberadaan tempe tidak banyak bahkan tidak ada. Kalau ada harganya mahal  dan rasanya berbeda dengan tempe di Indonesia.
“Karena itulah diselenggarakan workshop pembuatan tempe skala rumah tangga dengan tema ‘Aplikasi fisika dalam Pengendalian suhu untuk mengatasi perbedaan cuaca ekstrim pada pembuatan tempe. Tantangan berat membuat tempe diwilayah Wiley Park dan sekitarnya karena cuaca yang berbeda antar musim panas, semi, dingin, dan gugur. Berdasar penelitian, keadaan tersebut berpengaruh pada suhu, kelembaban dan waktu  pemeraman,” sambungnya.
Proses pembuatan tempe diawali dari persiapan alat, kedelai dan ragi tempe. Kedua, proses pengolahan kedelai, dan terakhir, proses fermentasi. Biji kedelai yang digunakan mengunakan kualitas yang baik agar hasil tempe bagus. Kualitas biji kedelai sangat menentukan kualitas tempe pada wilayah subtropis yang memiliki 4 musim.
“Para peserta berlatih mencuci biji kedelai yang sudah direndam sekitar 15-18 jam. Air rendaman tersebut diganti sekitar rentang waktu perendaman 6 sampai 12 jam. Setelah itu merebus (dua tahap), menguliti biji kedelai, membersihkan kulit kedelai, peragian biji kedelai, pelubangan kantong plastik, pengemasan, dan pemeraman. Masing-masing tahapan dikerjakan oleh kelompok secara paralel, ada yang berlatih menguliti, ada yang melubangi plastik, ada yang membersikan kulit kedelai dan sebagainya,” tambahnya.
Daerah wiley Park, Sydney, Australia yang memiliki 4 musim merupakan tantangan dalam proses fermentasi. Pada suhu ekstrim dingin terjadi di musim dingin. Musim ini suhu berada pada range 7-12 0C. Suhu ekstrim panas terjadi pada musim panas. Suhu pada musim ini berkisar 32-400C.
Kuncoro menjelaskan, pada proses peragian, pengendalian suhu diperlukan sekali pada musim dingin dan panas agar proses fermentasi berhasil. Pada kedua musim ini pembuatan tempe memiliki peluang gagal adalah besar. Pembuatan tempe pada musim dingin dikondisikan suhunya menjadi sekitar 28-30 0C. Bahan-bahan penutup  kedelai dipilih dari kain yang dapat menahan panas atau bahan isolator dan tebal. Bahan penutup adalah bahan isolator yaitu bahan yang mampu mengurangi transfer panas antara objek dengan suhu berbeda. Biasanya bahan ini dipakai selimut pada musim dingin. Bahan selimut yang digunakan biasanya dari wol, kain sintetis, flannel, bulu, katun, fleece.
“Cara penggunaan bahan penutup pembuatan tempe dengan kain selimut relatif sulit dilakukan untuk mengatur suhu. Pada suhu dingin, panas yang terperangkap oleh kain mungkin tidak cukup untuk pertumbuhan jamur. Penggunaan bahan-bahan penutup seperti ini perlu pengalaman.  Electric Blanket dapat digunakan sebagai penganti penutup dari kain yang dapat menahan panas dan tebal,” ungkapnya.
Penggunaan Electric Blanket memudahkan dalam pengkondisian suhu. Saklar Electric Blanket dapat diatur untuk mencapai suhu yang diinginkan. Pada musim panas, bahan-bahan penutup kedelai dipilih dari kain yang tipis dan tidak menahan panas. Respon perlakuan proses fermentasi pada musim harus  terhadap pertumbuhan jamur tempe harus cepat. Keterlambatan pembukan tutup berefek pada minimalnya  aroma tempe dan efek paling parah jamur akan mati dan kedelai membusuk.
“Ketika jamur sudah mulai memutih segera tempe dibalik dan posisi tempe dijauhkan satu dengan yang lainnya agar suhu berkurang. Setelah tempe jadi tempe perlu didinginkan dalam refrigerator atau disusun dalam tempat yang diberi icejel atau balok es. Hal ini untuk meredam panas tempe sehingga laju proses pembusukan tempe dapat dihambat. Proses fermentasi berakhir dengan  dihasilkan tempe dengan kualitas bagus,” tambahnya. (witono)