Di Indonesia Baru 180 spesies di Gunakan Untuk Jamu Industri Obat dan Jamu

Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 30.000 tumbuhan ditemukan di dalam hutan hujan tropika, dan sekitar 1260 spesias diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat. Namun baru sekitar 180 spesies yang telah digunakan untuk berbagai keperluan industry obat dan jamu. Selain itu baru beberapa spesies saja yang telah dibudidayakan secara intensif.
Disamping itu  terdapat organisme lain seperti jamur, maupun mikroba yang belum banyak tersentuh oleh peneliti. Keanekaragaman hayati tersebut merupakan sumber biomolekul senyawa-senyawa organic yang tidak terbatas jumlahnya.
Demikian dipaparkan Prof. Dr. Sri Atun, Guru Besar bidang Kimia Bahan Alam FMIPA UNY pada acara Seminar Nasional Kimia yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kimia UNY, Sabtu 23/5 di FMIPA UNY.  Pembicara lainnya yaitu Septi Nur Hayati, M.Sc., Apt., dari UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI, serta Mahindra Drajat Utomo, S.Si., dari PT. Petrokimia Gresik. Seminar diikuti oleh guru, dosen, peneliti, serta mahasiswa. 
Lebih lanjut dikatakan, perkembangan dalam penelitian bahan alam mengalami kemajuan yang semakin cepat dengan ditemukannya teknik-teknik pemisahan secara kromatografi dan penentuan struktur molekul secara spektroskopi pada pertengahan abad ke-20. Dengan metode tersebut beberapa struktur senyawa bioaktif berhasil ditemukan. Misalnya penemuan alkaloid seperti vinblastine dan vinkristin dari tumbuhan tapak dara sebagai obat kanker.
Tanaman lain yang bisa dimanfaatkan antara lain Gondopuro sebagai bahan dasar  penghilang rasa sakit kepala, cengkeh, minyaknya digunakan dalam industry untuk pembuatan obat gigi, penyedap rasa, parfum, anti jamur, anti bakteri, dan anti serangga, dll.
Sementara itu Septi Nur Hayati dalam paparannya menjelaskan bahwa Pusat Penelitian Kimia – Kelompok Penelitian Bahan Baku Obat yang sedang dikerjakan sampai dengan tahun 2015 diantaranya uji klinik ekstrak daun sukun sebagai fitofarmaka antidiabetes dan antikolesterol, pencarian antidiabetes dari biota laut, pengembangan senyawa antimalarial alami, pengembangan biota laut  sebagai antibakteri.
“Dijelaskan juga, bahwa riset obat tidak dapat diselesaikan secara tuntas hanya dengan menggunakan satu pendekatan suatu cabang ilmu saja. Pemecahan masalah dengan pendekatan interdisiplin menjadi sebuah kebutuhan,” Tambah Septi. (witono)