BIOPESTISIDA RAMAH LINGKUNGAN

Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani dengan beranekaragam tanaman pertanian yang dapat di konsumsi sebagai sumber karbohidrat maupun sumber vitamin. Banyak petani menanam padi sebagai penghasil karbohidrat sekaligus sebagai makanan pokok di sebagian besar wilayah Indonesia, namun sekarang ini para petani banyak merugi disebabkan oleh rusaknya tanaman padi yang karena serangan hama wereng coklat (Nilaparvata lugens), bahkan menurut catatan Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul pada periode pengamatan 1-15 Juli 2010 mencapai total 1368,3 Ha. Rincian serangan di Kecamatan Kretek seluas 240 Ha; Pundong 181 Ha; Pandak 805 Ha; Imogiri 38 Ha; Dlingo 26 Ha; Piyungan 24,3 Ha; dan Kasihan 54 Ha dengan variasi serangan dari ringan sampai berat. Tanaman padi yang diserang hama wereng coklat sebagian besar sudah siap panen dan rata-rata berumur lebih dari 60 hari. Sedangkan di wilayah Sleman terjadi penurunan produksi panen akibat serangan wereng coklat 8 ton per hektar, padahal biasanya bisa mendapat hasil 11.2 ton per hektar. Hal tersebut membuat para petani untuk mengunakan pestisida sebagai obat pembunuh hama wereng yang menyerang tanaman padinya. Pestisida tersebut memang cukup ampuh untuk mengusir bahkan membunuh hama wereng, namun pestisida yang digunakan oleh para petani adalah pestisida sintetis yang tidak ramah lingkungan dan dapat menyebabkan pencemaran terhadap tanah. Pestisida sintetis juga dapat menyebabkan keracunan terhadap makhluk yang mengkonsumsi hasil dari pertanian tersebut. Hal tersebut membuat sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Moriz Eka Panjalu, Nurul Suwartiningsih, Pramuria Isti Soekarno, Bagus Sri Widodo dan Aditya Darmadi meneliti dan membuat pestisida alami (biopestisida) berbahan dasar herbal yang ramah lingkungan dan aman terhadap konsumen produk pertanian dengan menggunakan campuran ekstrak daun pepaya (Carica papaya) dan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum).
Menurut Moriz Eka Panjalu daun sirih merah memiliki kandungan senyawa kimia flavanoid, alkaloid, senyawa polevenolad, tannin dan minyak atsiri. Senyawa alkaloid dan tannon yang di kandungnya mempunyai sifat larvasida dan Insektisida. Sedangkan pada ekstrak daun pepaya terdapat kandungan  senyawa  kimia  vitamin A 18250 SI , vitamin B1 0,15 mg, vitamin C 140 mg, kalori 79 kal, protein 8,0 gram, lemak 2 gram, hidrat arang 11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, air 75,4 gram , papayotin, kautsyuk, karpain dan karposit. Daun pepaya mengandung bahan aktif papain sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. “Alkaloid pada sirih merah merupakan bahan metabolit sekunder yang paling banyak diproduksi di tanaman sekaligus mengandung nitogen sebagai bagian dari sistem heterosiklik. Nenek moyang kita telah memanfaatkan alkaloid dari sirih merah sebagai obat dan hingga saat ini semakin banyak alkaloid yang ditemukan dan diisolasi untuk obat modern” tambah Moriz. Sedangkan Nurul Suwartiningsih menjelaskan bahwa pestisida nabati bersifat ramah lingkungan kerena bahan ini mudah terdegradasi di alam sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan bahkan bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dijumpai “Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyaea bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, manarik, atau menolak serangga” ungkap Nurul.
    “Cara pembuatannya cukup sederhana” kata Pramuria Isti Soekarno, “Pertama kali siapkan 5 lembar daun pepaya dan 10 lembar daun sirih merah yang telah dicuci bersih, lalu dipotong-potong hingga kecil-kecil dan dihaluskan dengan menggunakan blender. Setelah itu tuangkan ekstrak tersebut ke dalam baskom, disaring serta tambahkan alkohol dengan kadar 70% ke dalam ekstrak dengan perbandingan 2:3 maka biopestisida siap digunakan” lanjutnya. Aditya Darmadi menambahkan bahwa dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintesis. Untuk mengikat tingkat keefektifan dosis yang digunakan, dapat dilakukan dengan eksperimen. Jika satu saat dosis yang digunakan tidak mempunyai pengaruh, dapat ditingkatkan hingga terlihat hasilnya. Karena penggunaan pestisida alami relatif aman dalam dosis tinggi sekali pun, maka sebanyak apapun yang diberikan tanaman sangat jarang ditemukan tanaman mati.