Bionic UNY Gelar Festival Burung Pantai 2013

Kelompok Pengamat Burung (KPB) UNY menggelar Festival Burung Pantai 2013, baru-baru ini di Pantai Trisik Yogyakarta. Pantai Trisik yang merupakan muara dari Sungai Progo ini memang rutin menjadi tempat persinggahan burung-burung pantai yang melakukan migrasi akibat pergantian musim. Ada beberapa zona yang dapat dijadikan titik pengamatan monitoring burung pantai di Pantai Trisik, yakni persawahan, laguna, delta, dan pantai.
Anggota Bionic, Puspa Hening menjelaskan, berbekal monokuler dan binokuler, peserta menuju ke arah Barat Desa Banaran. Di areal persawahan yang belum ditanami padi, cukup banyak ditemui jenis Biru Laut Ekor Hitam (Limosa Limosa), sedangkan pada areal yang sudah menghijau terdapat sedikit Kedidi Leher Merah (Red-neck Stint/Calidris ruficollis) yang berlalu-lalang di sela-sela tanaman padi. Melangkah ke selatan areal persawahan, terdapat beberapa Cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan Trinil Semak (Tringa glareola).
“Spot pengamatan selanjutnya adalah Laguna Pantai Trisik. Di sepanjang jalan, beberapa individu dara laut yang terlepas dari kawanannya terbang rendah di atas kami. Di laguna ini dapat menyaksikan keindahan laguna dan Kuntul Besar yang sedang berdiri gagah di seberang laguna. Sayangnya tidak banyak burung pantai yang kami jumpai di spot ini,” lanjut Puspa.
Pengamatan selanjutnya adalah zona pantai ini sangat sepi karena memang bukan lahan yang dibuka untuk wisatawan. Dari kejauhan kami menangkap sekawanan Kedidi Putih nampaknya mendominasi wilayah ini bersama dengan Cerek Besar yang sedang melakukan aktivitas makan. Bagi Anda yang gemar fotografi alam, bersiaplah untuk merayap-rayap di bibir pantai untuk berkesempatan mendapatkan momen ini dari jarak yang dekat.
Dijelaskan, pengamatan kami berlanjut ke Delta Muara Sungai Progo, setelah menyeberangi genangan air payau dengan kedalaman rendah kami langsung disambut oleh famili Trinil-Trinilan (Scolopacidae). Baik itu Trinil Pembalik Batu (Ruddy Turnstone/Arenaria interpres), Trinil Kaki Merah (Tringa totanus) , dan Trinil Kaki Hijau (Tringa nebularia). Kalau dicermati, ternyata perbedaan ketiga spesies trinil ini terletak pada kakinya. Trinil Pembalik Batu memiliki kaki kemerah-merahan yang warnanya hampir sama dengan yang dimiliki Trinil Kaki Merah. Namun Trinil Kaki Merah memiliki ukuran kaki yang lebih panjang daripada Trinil Pembalik Batu. Satu kebiasaan unik yang tertangkap oleh pengamatan monokuler, sesuai dengan namanya, jenis trinil ini memang gemar membalik batu. Bukan tanpa alasan mereka melakukan perilaku aneh ini, melainkan untuk memangsa udang-udang yang bersembunyi di balik batuan. Yang tidak kalah unik adalah Trinil Kaki Hijau yang memiliki kaki berwarna kehijauan.
“Yang sempat membuat para peserta bersorak-sorai ini adalah Pectoral Sandpiper (Calidris melanotos). Pectoral Sandpiper pernah tercatat di Delta Muara Sungai Progo (Trisik/Pandansimo) tahun 2012 kemarin. Sedangkan Oktober 2013 kemarin merupakan catatan kedua atau ketiga untuk lokasi yang sama pada tahun 2013 dan belum ada catatan lain di Pulau Jawa bahkan mungkin di Indonesia mengenai keberadaan Pectoral Sandpiper. Boleh jadi, ini merupakan sebuah keberuntungan bagi pengamat burung di Trisik karena dapat menyaksikan burung yang belum ditemukan di belahan kepulauan nusantara yang lain,” tambahnya.
Belum lagi tepat di penghujung senja, saat berjalan ke arah timur berdiri seekor burung yang tak kalah unik, Gajahan Erasia (Numenius arquata). Semakin berdecak kagum menyaksikan burung berukuran sangat besar sekitar 55 cm, berwarna coklat bercorak dan memiliki  ciri khas paruhnya panjang, tipis dan bengkok layaknya belalai gajah. Akhirnya pengamatan hari itu ditutup dengan siluet Gajahan Erasia yang mendekati dua ekor gajahan lainnya di sisi barat delta.
Agenda hari itu pun dilanjutkan dengan diskusi bersama Ferry Hasudungan, seorang pengamat burung yang concern dengan restorasi dan konservasi lahan basah. Beliau juga pernah menjadi Koordinator Nasional AWC (Asian Waterbird Census) di Indonesia sebelum resign dari NGO Wetlands International - Indonesia Programme. Sebagai narasumber kedua adalah Titis Firtiyoso Hadi Prihmarsono dari Bidang Pengendalian Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. Diskusi semakin ramai karena diikuti oleh para pengamat burung dari Biolaska-UIN Sunan Kalijaga, PPBJ (Paguyupan Pengamat Burung Jogja), Peksia Himbio UNAIR, serta Pecuk ITS. (puspa/witono)